PENULIS PEMULA

Senin, 02 Januari 2012

Love Story "Heart"


“HEART”
Suasana sekolah yang cukup tenang pagi ini. Tak seperti biasanya. Atau mungkin ini hanyalah perasaanku saja. Seperti ada yang kurang. Tapi entah apa yang membuat pagi ini serasa membosankan.
“Dian.” Aku menoleh saat ada suara seseorang yang memanggilku. Rupanya Dilla. “Ian, ada apa sama Rain?” dia langsung membingungkaku dengan pertanyaannya. “maksud kamu?” tanyaku bingung. “dari tadi pagi dia cemberut terus, dan sekarang dia ngilang ga tau kemana.” Jelas Dilla. “ohh.. thanks ya informasinya.” Kataku sambil tersenyum lalu berlalu pergi meninggalakan Dilla yang seperetinya agak kesal dengan kelakuanku.
Aku berjalan menuju ruang kesenian. Kuyakin pasti Rain ada disana, karena setahuku jika dia sedang ada masalah, dia akan pergi kesana. Dan benar saja. Dia sedang duduk sambil memainkan piano. Terdengar suana alunan harmonis yang membentuk sebuah nada-nada indah. Lagu Acha dan Irwansyah yang berjudul My Heart yang sedang ia mainkan. Ku raih gitar yang tersandar di pojok ruangan. Lalu aku menemaninya. Duduk di sampingnya sambil mengiringi alunan piano dengan petikan gitarku.
“bila kita mencintai yang lain
Mungkinkah hati ini akan tegar
Sebisa mungkin... tak akan pernah
Sayangku akan hilang...”
Terlihat raut wajahnya sangat menghayati lagu ini. Dan sepertinya ia habis menangis. Terdengar dari suaranya yang agak serak dan matanya yang agak bengkak.
“if we love somebody could we be this strong
I will fight to win our love will conquer all
I wouldn’t risk my love
Even just one night
Our love will stay in my heart...”
Kali ini aku juga ikut bernyanyi. Menyadarkan Rain bahwa aku sejak tadi ada di sampingnya. Ia menakhiri alunan pianonya lalu menoleh padaku. Kali ini dia kembali menangis dan secara spontan memeluku. Aku tak berani bicara apapun. Ku biarkan saja ia menangis dalam pelukanku.  Sebenarnya aku bingung apa yang terjadi pada gadis ini. Tapi kurasa dia belum tenang. Jadi kutunggu sampai ia agak baikan.
Beberapa menit berlalu. Kurasa ia sudah agak tenang sekarang. Ia mulai melepaskan pelukannya padaku dan menyeka air matanya dengan tangannya. Ku ambil sapu tangan warna putih bersih dari sku celanaku lalu ku berikan padanya. “thanks” katanya dengan suarannya yang agak serak.
Setelah ia membersihkan air matanya, aku mulai berbicara. “kamu kenapa?” tanyaku halus. “kamu gak perlu tau.” Jawabnya. Aku mengangguk. lalu ku sentuh pundaknya. “aku selalu ada buat kamu Rain.” Kataku meyakinkannya. “aku lagi pengen sendiri.” Katanya. Aku tahu jika seorang wanita memang memerlukan waktu sendiri jika sedang ada masalah. Aku mulai berdiri dan akan pergi. Tapi Rain menggenggam tanganku. “nanti malem temenin aku ke pantai.” Pintanya sambil menunduk. Lalu ia melepaskan tanganku. Dan aku pun berlalu pergi meninggalkannya sendiri.
*****
Senja terlihat indah di pantai ini. Bersama dengan malam yang sebentar lagi akan datang. Desiran ombak membuat harmoni malam ini begitu terasa miris. Begitu juga dengan hembusan angin yang semakin kencang menerpa tubuhku.
Aku duduk di tempat biasa aku diam dengan Rain. Di tempat ini aku biasa melihat matahari terbenam bersamanya. Sebuah gitar berada di pangkuanku. Aku yakin aku memerlukan gitar ini untuk menghiburnya. Aku sebenarnya masih bingung dengan yang terjdi padanya. tapi aku mengerti tentang perasaan wanita. Aku tak mungkin begitu saja memaksanya untuk menceritakan masalahnya. Jadi, aku lebih baik berada di sisinya. Menemaninya walaupun aku tak tahu apa yang terjadi padanya.
Beberapa puluh menit kemudian Rain datang. Ia terlihat cantik dengan swetwr warna merah muda dan rok sebahu yang  ia kenakan. Tapi tetap saja raut weajahnya tak berubah. Masih seperti tadi pagi. Hanya saja sekarang ia sudah mulai tersenyum padaku.
sorry telat.” Katanya padaku. “gapapa koq.” Jawabku sambil tersenyum. Ia lalu duduk di sampingku lalu diam. Diam sambil memandang laut. Entah apa yang ia pikirkan. Aku pun sama sepertinya, ikut terdiam memandang laut yang kini telah gelap gulita karena senja telah menghilang oleh kegelapan malam.
“dunia itu aneh ya.” Katanya sambil tersenyum sinis. Aku hanya terdiam tak mengerti. Rain menarik nafas panjang. “disaat kita sedang  benar-benarmencintai seseorang. Orang itu malah pergi meninggalkan kita.” Katanya lagi. Aku semakin bingung tak mengerti. Apa yang terjadi padanya. kemudian ia menoleh padaku. “Rendi...” Nama itu yang terucap dari bibirnya. Aku mengkerutkan keningku tanda tak mengerti. Aku kenal Rendi. Dia adalah pacar Rain. Mereka sudah 3 tahun menjalin hubungan. Dan kurasa mereka saling mencintai. Lalu, kenapa dengan Rendi? Ada apa dengan dia?. “Rendi kecelakaan...” Air mata Rain mulai mambasahi pipinya. “dia meninggal dunia.” Aku terkejut bukan main. jadi itu adalah penyebab kesedihan Rain. Kupeluk ia dan kubiarkan ia menangis dalam pelukanku. Aku tak menyangka Rendi akan pergi secepat itu meninggalkan Rain. Aku tahu, gadis ini sangat mencintainya, begitupun Rendi. Sementara itu tangisdan rain semakin keras terdengar membelah kesunyian malam.
Lama sekali ia menangis dalam pelukanku. Menangisi takdir akan kisah cintanya yang berakhir tragis. ” kita enggak  bisa merubah takdir Tuhan. Itu semua kehendak Tuhan.” Aku mencoba menghiburnya. Dan seketika tangisannya berhenti. Ia melepaskan pelukannya padaku lalu. “thanks ya Ian?” kini ia telah bisa tersenyum, meski hanya senyuman kosong yang ia berikan. Aku membalas senyumannya. Lalu ia mengeluarkan harmonika dari sakunya dan memainkan kembali lagu My Heart, sedangkan aku bernyanyi dan mengiringi harmonikannya dengan alunan gitarku.
Suasana malam yang cukup menyedihkan bagiku. Aku bisa merasakan bagaimana rasanya kehilangan seorang yang dicintai. Tapi cobalah pandang kearah langit. Masih banyak harapan-harapan disana. Sebanyak bintang yang gemerlapan di langit.
“if we love somebody could we be this strong
I will fight to win our love will conquer all
I wouldn’t risk my love
Even just one night
Our love will stay in my heart...
My heart...”


--_TAMAT_--

Senin, 25 Juli 2011

Cerpen Serial 'The Twin'_"Dinner"





”DINNER”



Malam ini cukup membuatku muak. Pasalnya, malam minggu seperti ini banyak anak-anak seusiaku menghabiskan malam ini dengan jelan-jalan keluar dengan pasangannya atau yang lebih awam di sebut ‘pacaran’. Sedangkan bagi orang-orang yang lagi gak punya pacar sepertiku, lebih baik diam saja di rumah, tidur, agar besok pagi lebih fresh menjalani aktivitas.
Aku sedang diam di ruang tamu sambil menatap layar NB ku. Mengetik huruf-huruf menjadi sebuah kata dan merangkainya dengan kata yang lain atau lebih ku kenal dengan istilah menulis. Inilah pekerjaanku setiap malam minggu: menulis cerita pendek. Atau, jika mood ku sedang buruk, biasanya aku memetik gitarku dan dengan suaraku yang di bawah rata-rata aku menyanyikan lagu-lagu favoritku untuk menghilangkan kejenuhan.
Sedang asyiknya aku menulis. Heri melintas di depanku sambil mengancingkan kemeja warna hitam stripnya. Ia seperti sengaja berhenti di depanku dan asyik saja mengancingkan kemejanya. “mau kemana Kak? Rapi amat” tanyaku. “gue mau jalan sama Diana. Lo jangan ikut ya? Hahaha...” Heri tertawa, seperti meledekku. Sedangkan aku kembali fokus ke tulisanku dan tak lagi memperdulikannya. “lo masih broken heart ya Ru?” tanya Heri. “udah engga koq, tenang aja.” Aku menjawabnya santai. “ehh... gimana sama Luna? Lo cocok ga sama dia?” tanya Heri lagi. Sejenak aku teringat pada sosok Luna. Dia adik kelasku yang kebetulan juga masih sepupuan dengan Diana. Diana dan Heri sengaja mendekatkan aku dengannya. Karena katanya, ia menyukaiku. dan juga mereka ingin menyembhkan luka sakit hatiku pada Indah.
“gue masih belum bisa lupain Indah, Kak.” Jawabku jujur. Sejenak aku mengingat Indah. Sosok gadis itu sama dengan namanya. Dan hanya di dekatnya aku merasakan sebuah ‘percikan’. Entah rasa apa yang kurasakan saat mengingatnya. Yang jelas aku yakin itulah yang dinamakan ‘fall in love’. Sedang dengan Luna. Aku tahu dia gadis yang perfect : cantik, manis, dan agak sedikit manja. Tapi jelas aku sama sekali tak jatuh cinta padanya meskipun gadis itu menyimpan rasa padaku.
“hmm... susah ya kalo udah cinta mati kayak gitu.”  Kami tertawa bersama. “Ru, gue berangkat dulu ya?” kata Heri beberapasaat setelah ia melihat jam tangannya. “gue udah ganteng belum?” tanya Heri sambil merapikan kemejannya. Aku mengacungkan kedua jempolku. “gue duluan ya? Bye my brother...” Heri pun pergi keluar dan menghilang di balik pintu. Dan aku. Kembali ke aktifitas semula.
****
Beberapa belas menit waktu berlalu dan baru tiga paragraf yang bisa kubuat. Tiba-tiba hanphone ku berbunyi tanda sms masuk. Rupanya Luna. Api aku enggan membukanya. Apalagi membalasnya. Jadi, kuletakan kembali hp ku.
“Diiittt... Diiiittt...” hapeku kembali berbunyi. dan ketika kulihat. “hah? Indah?” tanyaku heran. Namun ku yakin tak ada yang menjawab pertanyaanku. Tumben-tumbenan dia menelponku. Padahal, sejak dia jadian dengan Fajar, jangankan menelponku, sms saja tidak pernah.
Rasa kesalku tiba-tiba saja muncul. Ku simpan lagi handphone ku dalam keadaan panggilan yang belum terjawab. Aku sedang badmood. Apalagi pada gadis itu. dan aku memutuskan untuk kembali menulis.
“tik..tok”.  sudah beberapa menit aku terdiam tak bergerak. Bahkan suara jam dinding pun begitu nyaring terdengar. Tanganku yang sejak tadi tertempel pada keyboard tak mampu untuk menekan tiap-tiap huruf menjadi sebuah alur. Ahhh... gila... gadis itu membuntukan pikiranku.
Tapi tiba-tiba saja rasa kesalku berubah menjadi rasa rindu. Sedang apa dia? Apakah ia memikirkanku? Ahh... mungkin tidak. Ia pasti sedang berduaan dengan Fajar, pacarnya. Seperti yang di lakukan Heri dan Diana : jalan-jalan, makan, nonton, atau hal-hal romantis lainnya.  Tapi, satu yang ku tahu. Ia tak mungkin sedang memikirkanku.
“Diiitt... Diiitt....”Untuk kesekian kalinya handphone ku berbunyi lagi. Dan kali ini, pesan dari Heri yang terlihat di layar Hp ku.
“Ru, bawain dompet gue dong?
  Ada di atasmeja belajar gue.
  Gue ada di Violet caffe
  Oke? Pleace... J

From: My Brother Heri
+62878765543211

*****
Ku tutup lembar kerjaku yang hanya bisa mmenyelesaikan satu lembar saja. Dan beberapa belas menit kemudian aku sudah di jalan.
*****

Sesampainya di ‘Violet Caffe’, aku agak malas masuk ke dalam. Tapi karena Heri sangat membutuhkanku (ce ellahhh... pede amat) kuputuskan untuk masuk. Caffe ini berwarna serba ungu : cat tembok, lantai, bahkan dekorasinya serba ungu. Memang tak salah Caffe ini di beri nama ‘Violet Caffe’.
Baru selangkah aku memasuki Caffe. Ku dengar Seseorang memanggilku dari belakang. “Heru...” panggilnya. Sepertinya aku kenal dengan suaranya. Pikirku. Aku pun menoleh. ‘Ohh God... itu Indah. Gila. Dia cantik banget’ aku terpana melihat kecantikannya. Ia terlihat cantik dengan T-shirt putih dan bando yang berwarna selaras dengan bajunya. Dan... dia tersenyum. Ahh... untungnya aku masih bisa menguasai diriku.
“kamu ngapain disini?” tanyaku heran.
“lho? Harusnya aku yang nanya gitu. Tadi kenapa telpon ku ga diangkat?” dia malah balik bertanya. Kini aku yang salah tingkah.
“aku tadi lagi si...”
“padahal tadinya aku mau ajak kamu kesini” pembicaraanku terpotong oleh ucapannya.
“lho? Bukannya kamu. Fajar, kan...”
“aku udah putus tadi pagi.” Omonganku terpotong lagi. Kini aku yang melongo. Putus? Bukannya dia baru 1 bulan pacaran sama si Fajar?.
“koq bisa?” tanyaku heran.
“ternyata dia belum putus sama Riffa. ” kini tubuhnya berubah lesu. Seperti sedang menahan kesedihannya. Aku lalu menggenggam tangannya dan membawanya ke tempat duduk yang kosong.
Aku teringat pada dompet Kakakku. Ku pertajam pandangan mataku dan melihat ke sekitar. Nahh, itu dia. Heri berada di bangku kedua dekat pintu masuk. Dengan seorang wanita yang mengenakan T-shirt berlengan panjang warna putih, dengan rambut panjang terurai yang ku yakin itu pasti Diana.
“Ndah, aku pergi dulu ya bentar?”
“kemana?” tanya nya
“ke Kak Heri, mau ngasihin barangnya yang ketinggalan” jawabku menerangkan
“lho? Emang dia juga kesini? Dimana?”
“tuhh...” kataku sambil menunjuk ke arah mereka.
“tunggu bentar ya?” kataku.
“aku ikut deh.” Indah lalu menggenggam tanganku dan tersenyum padaku. Aku cukup risih. tapi, bisa di maklumi. Orang yang lagi broken heart biasanya emang suka agak ‘gaje.
“heii...” sapa Indah pada Heri dan Diana. Diana melambaikan tangannya pada kami sedankan Heri hanya tersenyum.
“ternyata lo dinner juga Ru?” tanya Heri sambil cengengesan.
“nihh dompetnya.” Kataku sambil menyerahkan sebuah barang pada Heri.
thank’s ya ?”
*****
Malam ini begitu indah. Rembulan yang hanya melambangkan setengah lingkaran, bersinar terang. Tak ku sangka malam ini akan menjadi malam yang terindah bersama seseorang yang terindah di hatiku. Indah.

_-TAMAT-_
 

Senin, 16 Mei 2011

UNGKAPAN HATI NEW VERSION




UNGKAPAN HATI NEW VERSION

Siang ini langit kelabu. Hanya beberapa burung yang beterbangan, sedang lainnya berkicau rendah di atas pohon. Suasana sekolah lengang karena sebagian besar murid sudah pulang. Di lorong sekolah terlihat seorang laki-laki dengan seorang gadis manis. Mereka saling diam. Seperti ingin mengungkapkan sesuatu yang sulit untuk di ungkapkan.
“sebenernya, aku mau bilang kalo... aku ... suka sama kamu...” lelaki yang bernama Reza itu mulai membuka pembicaraan. Namun Via, gadis manis yang sejak tadi berdiri dan berhadapan dengan Reza tak menjawab apa-apa. Hening menyelimuti mereka berdua.
“tapi aku gak bisa jawab sekarang.” Akhirnya Via mulai berbicara. Namun, tetap dengan ekspresi wajahnya yang dingin. “ aku gak perlu jawaban koq, aku Cuma pengen ngungkapin perasaan aku aja” lelaki itu mulai gugup. “ohh... udah kan? Kalo gitu aku pergi.” Dan Via benar-benar pergi. Meninggalkan Reza yang kebingungan.
REZA
Dia memang cuek. Tapi aku tak pernah menyangka dia sedingin itu. “kalo gitu aku pergi.” Dan kalimat itu yang paling menusuk. Bahkan semakin kuingat. Semakin sakit hatiku.
Aku sudah mengungkapkan perasaanku. Dan mungkin, memang aku yang harus mundur dan mencoba melupakannya. Karena kuyakin. Dia telah mencintai orang lain dan takkan mungkin mencintaiku.
Aku pun beranjak dari lorong. Di temani oleh desiran angin yang secara bertubi-tubi menerpa tubuhku.
VIA
Ohh Tuhan... kenapa kalimat itu yang aku ucapkan. Ku yakin pasti dia sakit hati. Tapi, aku memang tak mencintainya. Dan prinsipku adalah tak ingin membuat orang yang mencintaiku terlalu berharap padaku. Dan aku memang tak ingin melukai perasaannya. Tapi entah kenapa aku jadi sedingin itu padanya. ku harap ia bisa mengerti bahwa itu memang sifatku.
Sebenarnya. Saat aku berada di depannya. Ada sesuatu yang membuatku gugup. Aku jadi salah tingkah. Untungnya, aku bisa menguasai diriku. “kalo gitu aku pergi” kalimat itulah yang tiba-tiba ku ucap. Dan tentu harus ku pertanggung jawabkan. Aku tak mungkin menarik kembali ucapanku. Dan akhirnya aku benar-benar pergi. Meninggalkannya yang kurasa masih bingung dengan tingkahku. Namun aku mencoba seolah tak peduli. Karena tak mungkin aku berbalik dan kembali kepadanya. Malu-maluin aja. Pikirku.
Dan desiran angin berhembus beberapa kali membawa kesejukan yang menerpa tubuhku diantara langkah kakiku.


NB: sorry kalo cerpennya pendek banget. Soalnya saya gak biasa pake semua sudut pandang sekaligus..

Kamis, 21 April 2011

ANTARA ARES DAN LUNA


ANTARA ARES DAN LUNA
Malam semakin larut. Tapi Ares masih berada di Taman Kota. Ia sedang menanti sepupunya Bintang yang telah berjanji akan menemuinya disini.  Telah satu jam Ares menunggu. Namun yang di nantinya belum datang juga. Hampir saja Ares akan pergi sampai akhirnya Bintang datang.
“Haii Res..” sapanya ringan. Ares yang tadi nya kesal langsung tersenyum. “ahh.. loe kemana aja. Gue udah nunggu seminggu disini.” Ares dan Bintang pun tertawa bersama. Mereka mengobrol berbasa-basi sampai akhirnya Bintang mulai serius berbicara. “Res, jadi gini. Gue lusa bakal pergi ke Bali selama dua minggu. Tapi gue gak bisa ninggalin Ade gue yang lagi di Rumah Sakit begitu aja. Jadi, sebagai sepupu gue yang baik. Loe bisa kan jagain Ade gue?” “Hmm... Luna sakit ya? Oke deh. Tapi...” “tapi apa Res?” “loe pulang dari Bali jangan lupa oleh-olehnya ya?” mereka pun tertawa bersama-sama.


Siang ini Ares lagi sumpek. Soalnya gara-gara datang kesiangan tadi pagi. Dia di suruh ngebersihin WC sekolah. Tapi untunglah ada Venus yang membuat dia tersenyum kembali.
Sepulang sekolah. Tak seperti biasanya Ares langsung pulang dan tidak menunggu Venus yang sedang ada Bimbel. Dia ingat dengan janjinya kemarin lusa dan tanpa mengabari Venus, dia langsung berangkat ke Rumah Sakit.
Di kamar Rumah Sakit. Ia berjumpa dengan gadis manis yang sedang duduk di atas ranjang sambil membuka laptop. Tapi melihat kedatangan Ares. Gadis itu langsung tersenyum pada Ares dan menutup Laptopnya. “Luna gimana sakitnya? Udah agak baikan?” tanya lelaki itu sambil mengelus rambut Luna yang terurai. Gadis itu tersenyum lembut. “udah agak baikan koq Kak? Kata Dokter, seminggu lagi Luna udah boleh pulang.” Ares tersenyum mendengar jawaban itu.


Malam semakin larut. Tapi Ares masih berada di Rumah Sakit. Ia telah berjanji pada Bintang untuk menjaga Luna. Jadi, malam ini ia akan menemani Luna di Rumah Sakit. “koq Kakak gak pulang?” tanya Luna heran. “Kakak kan udah janji sama Bintang untuk jagain Ade nya yang manis ini.” Jawab Ares sambil mengelus rambut Luna. “tapi Luna bisa jaga diri koq Kak.” Bela Luna. “tapi kan sekarang Kakak adalah pengganti Kak Bintang buat jagain kamu” jawab Ares lembut. Luna tak bisa menjawab apa-apa. Ia hanya tersenyum dan Ares membalas senyumannya.
Desiran angin malam untuk kesekian kalinya membuat Ares merasa kedinginan. Dan ia pun masih di sampin pembaringan Luna. Sementara Luna telah tertidur. Ares menggenggam tangan Luna dan mengelus rambutnya dengan halus. Ares sedari tadi hanya memandangi Luna. Luna gadis yang manis. Pikirnya. Umurnya sebaya dengan Venus, kekasihnya. Dan tiba-tiba saja ia kembali teringat pada Venus. Setitik rindu bergejolak di hatinya. Ingin sekali ia menemani Venus malam ini seperti ia menemani Luna. Tapi tak bisa. Kerinduannya terpisahkan oleh gelapnya malam. Dan Ares hanya bisa tersenyum dalam hatinya saat ia rindu pada Venus.


Pagi ini cuaca cerah. Secerah hati Ares dan Luna. karena pagi ini Luna di izinkan untuk pulang. Luna bahagia karena besok, ia bisa kembali sekolah. Begitu pun Ares. Iya sengaja membolos untuk menjemput Luna pulang. “Kakak gak sekolah?” tanya Luna heran. “Sssttt...” jawab Ares, lalu ia menggenggam tangan gadis itu dan pergi meninggalkan Rumah Sakit.
Sementara Venus semakin heran dengan Ares. Mungkin ada sesuatu yang Ares sembunyikan darinya. Sehingga sudah seminggu Ares tak menghubunginya.


Keesokan harinya. Ares mengantar Luna sekolah, karena kondisi Luna masih belum sembuh benar. Setelah Luna melambaikan tangan pada Ares, Ares pun pergi ke sekolahnya. Langit mendung. Karena khawatir akan turun hujan. Ares memacu motornya lebih kencang.
  Sesampainya di sekolah. Ares buru-buru memarkirkan motornya dan langsung menuju kelas. Tapi siapa sangka. Ares berpapasan dengan Venus yang rupanya sedang kesal padanya. Venus menatap Ares tajam. Ares mengerti apa yang ingin di ungkapkan Venus. Tapi Venus keburu berpaling lalu pergi dari hadapan Ares. Ares mengejarnya. Ia genggam tangan gadis itu. Venus tertunduk.
Namun baru sejenak terjadi romantisme antara Ares dan Venus. Handphone Ares bergetar tanda ada sms masuk dari sahabat Luna, dan isinya. Luna pingsan, dan ia berada di UKS sekarang. Dan, tanpa pikir panjang. Ares meninggalkan Venus dan berlari ke Parkiran. Mengambil motornya, lalu pergi melesat meninggalkan Venus yang kebingungan.
 Kini Ares berada di samping Luna yang tengah terbaring di UKS. Saat Luna terbangun. Ares menggenggam tangannya dan mengelus rambutnya. “Ade gak kenapa-napa kan?” tanya Ares cemas. “Luna gak kenapa-napa koq Kak. Cuma tadi badan Luna agak lemas. Jadi pingsan deh.” Jawab Luna.”Kakak gak sekolah?” tanya Luna. “Ade...Ade... mana mungkin Kakak bisa sekolah kalo Ade kayak gini. Kakak khawatir sama kamu.” Jawab Ares seraya mengelus rambut gadis itu.


Hari ini hari minggu. Jadi Ares membawa Luna ke Taman Kota untuk sekedar jalan-jalan sambil menunggu Bintang, Kakaknya Venus yang akan pulang dari Bali.
Di sepanjang jalan, Ares menggenggam tangan Luna, sambil melangkah di Taman yang udaranya masih lumayan sejuk. Namun, ternyata Arews dan Luna berpapasan dengan Venus yang tengah berjalan sendiri dengan matanya yang basah.  Venus menatap Ares tajam. Kemudian menatap Luna. Dan akhirnya berbalik dan pergi.
 Ares yang tahu apa yang akan di ungkapkan oleh Venus. Langsung mengejarnya dan menggenggam kedua tanga Venus. “ Ven, ini semua gak seperti yang kamu lihat.” Kata Ares meyakinkan. Luna pun datang menghampiri. “Kak, ini Venus, pacar Kakak itu ya?” lalu Luna memberikan jabat tangannya pada Venus. “kenalin. Aku Luna. Sepupunya Kak Ares.”  Luna kaget. Ia menjabat tangan Luna lalu memeluknya. Lalu ia lepaskan dan berbalik pada Ares. “Kak, maafin a...” belum selesai Venus berbicara, tapi terpotong oleh pelukan Ares. “Kakak tau koq apa yang mau kau omongin. Harusnya Kakak yeng minta maaf. Karena Kakak udah salah gak ngasih tau kamu.” Venus menangis. Menangis bahagia. Menangis dalam pelukan Ares. Sementara Luna hanya tersenyum bahagia menyaksikan kebahagiaan Ares dan Venus.

---TAMAT----

Sabtu, 26 Maret 2011

SENJA YANG INDAH BERSAMAMU

SENJA YANG INDAH BERSAMAMU  
Senja kini mulai menjelang. Bersama dengan desiran angin dan suara pukulan ombak yg menghantam bebatuan di pinggir pantai. Bayang-bayang kepakan sayap burung dari kejauhan semakin menambah keindahan lembayung senja. Aku sangat suka pemandangan senja. Dulu ketika aku masih tinggal di Bandung. Aku sering terdiam di atas bukit sambil melihat sang mentari menenggelamkan dirinya. Dan di kota Bogor ini aku pun sering melihat senja tenggelam dari pinggir pantai. Ada yang berbeda pada senja kali ini. Tentu saja, karena ada seseorang yang menemaniku sore ini. Seseorang yang dulu selalu ku kagumi dan selalu ku rindukan di setiap mimpiku. Namun perlahan namun pasti perasa'an itu mulai sirna dalam hatiku seiring waktu berjalan. Dan sekarang. Setelah 5 tahun kami terpisahkan oleh jarak. Kini, gadis itu, yang bernama Reva, telah ada di sampingku. Berdua kami menikmati indahnya lembayung senja yang di hiasi oleh gemerlapnya bintang. "Fajar?" serunya padaku. Aku menatapnya dengan diamku. "Masih ingat kah Kakak dengan kejadian 3 tahun lalu?" tanya Reva dengan sedikit tersenyum. Aku pun ikut tersenyum. Aku sangat tahu sifatnya, jika dia telah memanggil ku Kakak, berarti dia serius dengan pembicara'an nya. "Lihatlah bintang itu Va!". Seruku padanya dengan halus seraya menunjuk ke arah bintang yang menghiasi perpisahan senja. "Bintang itulah yang selalu menemaniku di setiap senja. Dan ketika aku rindu padamu, bintang itu akan tersenyum padaku". Kataku merayu. Dia jadi tersipu malu. Namun, dia kembali terdiam. Dan kami di selimuti kesunyian untuk beberapa sa'at. Angin di sekitar ku begitu terasa lembut. Selembut jari-jemarinya yang sa'at ini ku genggam. "Aku masih nunggu kamu koq." kataku meyakinkannya. Dia kembali tersenyum, namun terlihat gugup. "Tapi..." katanya mengambang. Aku jadi deg-degan di buatnya. "Tapi... Sekarang aku juga suka sama kamu." katanya tersenyum lebar. Aku semakin erat menggenggamnya, dan ku harapkan takkan ku lepaskan genggaman itu dari tangannya. Kami berjalan beriringan di pinggir pantai yang di selimuti lembayung senja. Ada yang aneh dalam perasaan ku kali ini. Aku merasa telah bebas dari sesuatu yang telah lama mengekangku. Aku tlah lama menunggu dan kini yang ku tunggu telah datang menghampiri. Senja kini semakin dalam. Dan kurasa, tak ada lagi orang di pantai ini kecuali kami berdua. Kami berdua terdiam dalam lamunan kami masing-masing. Reva...Reva... sekarang aku tahu apa yang dinamakan pengorbanan cinta. Telah bertahun-tahun aku menunggunya datang. Bahkan, sejak ku masih duduk di bangku SMP. Aku masih ingat kejadian 5 tahun yang lalu. Itu adalah masa lalu terindah dalam perjalanan cintaku. Hanya ucapannya yang selalu memberikan kekuatan dalam hatiku...“jika kamu masih berharap, kamu boleh nunggu aku koq.” Dan kalimat itu seakan menjadi dasar kekuatanku untuk selalu bertahan di dalam ketidak pastian. “Kak, udah malem nih.” Suara Reva tiba-tiba membelah kesunyian kami. Aku setengah terkejut. Namun dengan sesaat aku bisa menguasai diriku lagi. “ohh.. iya.. emang udah mau pulang ya?” tanyaku padanya. Dia terdiam. Aku pun ikut terdiam. Namun beberapa saat kemudian tiupan angin dari laut membawa aura dingin pada tubuhku. Ku lihat Reva yang juga kedinginan. Ku peluk erat tubuhnya. Untuk beberapa saat  Reva terdiam di dalam pelukanku. Lama sekali kami terdiam dalam pelukan. Dan akhirnya, ku lepaskan pelukanku padanya. ku genggam kedua tangannya lalu kami saling bertatapan. Kami saling bicara. Bicara dari hati ke hati. Ku lihat dia tersenyum. Aku pun ikut tersenyum. Lama kami saling bertatapan. Dan Ku harap pertemuan ini bukan menjadi pertemuan terakhir kami. Tapi ku harap ini adalah awal dari kisah perjalanan cinta kami.

“SEBUAH HARAPAN CINTA”

“SEBUAH HARAPAN CINTA”

     "sekarang adalah sa'atnya. Dia harus tahu semua yang selama ini ku pendam. dia harus tahu rasa cintaku yang sebenarnya." Tekadku dalam hati sambil memandang seorang gadis manis yang sedang berdiri di seberang jalan sana. Namanya adalah Reva. seorang gadis yang sangat manis. apalagi kalau dia tersenyum. tapi dia agak dingin kepada orang yang belum di kenalnya. termasuk aku, Fajar. siswa kelas tiga SMP yang tidak terlalu ganteng, dan juga tidak terlalu pintar, pendiam lagi. apalagi ia adalah salah satu anak tercantik dan terpintar di kelasnya.
    Ada sesuatu yang mendorongku untuk bangun dari tempat dudukku di sisi jalan yang lain. Lalu pergi menghampirinya. Dan mencurahkan semua yang telah  aku pendam selama ini. Tapi, sesuatu yang lain seperti menahanku untuk duduk di dini. Dan ketika aku ingin bangkit dari tempat dudukku dan berjalan. Ada sesuatu yang menahan kakiku sehingga aku tak bisa bergerak dan terdiam untuk beberapa sa'at.
    Aku sudah lama suka padanya. Bahkan sejak pandangan pertama. Yaitu tahun yang lalu. Tepatnya, sa'at aku masih duduk di bangku kelas satu SMP. Sejak pertemuan pertamaku itu aku jadi ingin tahu banyak tentangnya. Dari siapa namanya, kelas berapa, sampai nomor Handphone nya pun ku buru untuk bisa berkenalan dengannya. Tapi aku masih belum mempunyai sedikitpun keberanian untuk mendekatinya.
    Dan mungkin sekarang adalah sa'atnya, fikirku. setelah berfikir sejenak akhirnya aku memberanikan diri. Ku paksakan kakiku menghampiri gadis itu. tak kupedulikan rasa di dalam hatiku yang bercampur aduk antara rasa cinta, malu, gugup, dan lainya. Dan aku pun memberanikan diri untuk berbicara."Hei,Va,mau pulang ya?"tanyaku gugup."Eh,Fajar. Iya nih, kamu mau pulang juga ya?" tanya Reva membalikan pertanya'anku tadi. "Hmm...Iya...Hmm...Eh,Va.sebenernya ada yang mau aku omongin sama kamu..."kataku semakin gugup. Tiba-tiba saja jantungku berdetak kencang sekali. "mau ngomong apa sih? koq gugup gitu" tanya Reva. Dia tersenyum padaku. manis banget sih senyumnya. Fikirku dalam hati. Aku tak bisa berbicara apapun. Aku seperti sedang melayang entah kemana. "koq bengong sih?". Tiba-tiba suara Reva membuyarkan lamunanku. Aku terkejut. Dan Reva tersenyum melihat kelakuanku itu. "Kalo boleh jujur... Sebenernya... Aku... suka sama kamu..." akhirnya kata-kata itu ku terucap juga. Entah kenapa hatiku menjadi lebih ringan dari biasanya. Mungkin karena beban itu telah aku keluarkan. "Emm...gimana ya?"tampaknya Reva masih bingung. Dan dari situ aku yakin bahwa aku akan ditolak. "Tapi aku udah punya pacar."jawabnya. "Tapi,aku masih boleh nunggu kan?" tanyaku mencari harapan. Lalu Reva mengambil sebuah pulpen dalam tas nya. Lalu memegang tanganku dan menuliskan beberapa angka di telapak tanganku. Rupanya dia memberiku nomor handphone nya. "Ini nomer hp aku" ucapnya. "Jadi...kamu..." kataku sengaja tidak meneruskan kata-kataku itu. Reva tersenyum "kalo kamu masih berharap, kamu bersedia nunggu kan?". Aku mengangguk. Lalu ia berkata lagi:"Eh, aku pulang dulu ya". Ia lalu menyetop mobil angkutan umum, lalu naik. Sesa'at kemudian mobil Angkot itu telah melesat meninggalkan aku di pinggir jalan. Ku lihat Reva melambaikan  tangannya dari dalam mobil angkot itu. Aku membalas lambaian tangannya. Aku tak menyangka, ternyata ia masih memberikan aku satu harapan. "Va,aku akan selalu menanti, meskipun aku gak tahu sampai kapan aku akan terus menanti." kataku sebelum aku pulang. Meninggalakan tempat itu.
    Aku terus berjalan di trotoar. Kicauan burung di atas pohon dan bisingnya suara mesin mobil yang sedang melaju di jalanan seakan mengiringi langkah kakiku yang terus menyusuri jalan. Aku akan terus menanti cintamu,Va. meski aku tak tahu sampai kapan aku akan terus menanti. Tapi jika kamu masih memberi harapan. Aku akan terus berharap dan akan terus menanti.